Kamis, 21 Juli 2011

Berbagi Pengalaman

Kata-kata yg sering kita dengar terkait dengan pengalaman seseorang adalah masih bau kencur alias kurang pengalaman, atau sudah mumpuni karena sangat berpengalaman. Pendek kata pengalaman adalah hal utama dalam menilai kapabilitas seseorang. Dalam hal dunia kerja, pengalaman kerja selalu ditanyakan pada sesi wawancara penerimaan karyawan, yg masih fresh graduate biasanya tersisih gara-gara masalah pengalaman ini.

Pengalaman terbagi menjadi 2, yaitu pengalaman kuantitatif dan kualitatif.  Pengalaman kuantitatif mengacu pada durasi dan frekuensi kejadian  sebagai parameternya. Lamanya seseorang menekuni pekerjaannya dan bertemu dengan banyak karakter orang menunjuk pada pengalaman kuantitatif, pengalaman yg masih perlu dipertanyakan kualitasnya. Seseorang bertahun-tahun mengalami pekerjaan rutin dan hanya itu-itu saja, diulang-ulang tiap hari tiap bulan dan tiap tahun, berpengalaman secara kuantitatif tapi miskin pengalaman kualitatif.

Seseorang dengan usia lebih tua namun pengalaman hidupnya hampir berulang tanpa ada dinamika, bertemu dengan orang-orang yg sama hampir setiap harinya, dibandingkan dengan seseorang yg lebih muda namun dalam kehidupannya sangat dinamis, bertemu beragam orang yg sarat pengalaman dan berbagi dengannya, maka pantas saja disebut anak muda ini jauh berpengalaman dibanding orang pertama tadi.

Pengalaman kualitatif lebih menunjuk pada interaksi seseorang dengan sebuah pengalaman, merujuk pada pembelajaran dan pemahaman. Boleh jadi seseorang mengalami kejadian yg sama dengan orang lain, namun pengalamannya bisa jadi berbeda. Satu orang memaknainya, menangkap pengalaman sebagai bahan pembelajaran sementara yg lainnya mengabaikan saja dan menganggap sebagai kejadian biasa. Pengalaman kualitatif akan memperkaya seseorang dalam menjalani kehidupannya, membimbing dan terus menyinari jalan hidup seseorang untuk sebuah kesuksesan.

Pengalaman bersifat personal, pengalaman satu orang bisa sangat berbeda dengan yg lainnya walau dengan hal yg sama sekalipun. Seseorang harus mengalaminya sendiri, tidak bisa pengalaman seseorang bisa dirasakan orang lain walau dengan cara apapun kita menceritakannya. Sensasinya pasti beda dengan mengalaminya sendiri. Namun apakah dengan begitu pengalaman tidak bisa di-share dengan orang lain? bisa saja sebagai arahan dan acuan, misalnya kalau begini akan begitu dan kalau begitu akan begini atau bisa begitu. Pendek kata seseorang harus mengalaminya sendiri, tapi untuk hal-hal yg baik. Kalau untuk hal-hal negatif, seperti pengalaman korupsi, selingkuh dll. cukup dipercayai saja tanpa kita harus membuktikannya, karena sudah pasti pengalaman banyak orang mengacu pada ending yg tidak layak kita jalani.

Berbagi pengalaman, dalam hal pengalaman baik, adalah alat pemercepat untuk mendapatkan pengalaman kualitatif.  Bersilaturrahim sebagai sarana sharing pengalaman bisa diartikan sebagai ajang menambah pengalaman, alias menambah panjang usia. Pengalaman seseorang selama bertahun-tahun bisa kita serap dalam 2-3 jam, bukankah artinya usia kita sebenarnya jadi semakin panjang?

Ayo jangan sungkan berbagi pengalaman, silaturrahim.

Rabu, 20 Juli 2011

Menjadi Lilin

Ada yg bilang, ini sulit! aturan yg abu-abu dan kebiasaan yg sudah mendarah daging dan hampir dijalankan oleh semua orang, sadar ini memang salah tapi bagaimana cara memperbaikinya? Keadaan begitu serba samar-samar dan tidak jelas lagi. Pendek kata tidak ada acuan yg jelas, mulai dari bawahan sampai atasan polahnya tidak ada bedanya, karena semua sama-sama berada pada ruangan yg gelap!

Harus ada yg memulainya, tapi siapa?
"Zaman edan, kalau tidak ikut edan tidak akan kebagian!" itulah sebait kata pujangga dan peramal Ronggowarsito (http://id.wikipedia.org/wiki/Ronggowarsito) mengenai keadaan atau zaman edan yg kita sedang lalui dan rasakan sekarang ini. Tidak semua edan alias gila, kata saya dalam hati. Saya yakin masih banyak yg belum gila betulan dan masih bisa disembuhkan.

Memulai dari sendiri tak mudah tapi harus dimulai. Tak mudah membenahi keadaan yg sudah carut marut di lingkungan kita, kita selalu berharap orang lain berubah dan memulainya, padahal jelas orang lain juga begitu, menunggu orang lain berubah. Lantas kapan ada perubahan? memulai dari diri sendiri adalah kata kuncinya! jelas berat, apalagi untuk memulai dari diri sendiri terkadang dan bahkan seringkali diri kita sendirilah korban awalnya.

Seperti sebuah lilin yg terbakar di ruangan gelap, bisa menerangi ruangan sekitar walau temaram dengan diri sendiri ikut terbakar dan habis karenanya. Keberanian yg jelas harus diacungi jempol bukan malah dikucilkan dan dianggap aneh dan gila. Jelas harus ada yg memulainya, syukur alhamdulillah orang lain sadar dan tergugah ikut rawa-rawe rantas malang malang putung, lilin kecil saja mau dan berani berkorban menjadi pelita di kegelapan malam, apalagi kalau yg punya lampu petromax berani menampakkan jati dirinya, maka teranglah ruangan yg selama ini gelap gulita ,tak jelas dan samar-samar, mana yg benar mana yg salah, mana yg halal mana yg haram.

Membawa rizki untuk keluarga sungguh bernilai ibadah karena sesuai syariah, namun patutkah membawa pulang rizki subhat  alias abu-abu untuk dimakan anak istri kita? nilai ibadahnya pasti berkurang atau  bisa jadi hilang, hanya tinggal nilai ekonominya saja dan yg pasti nilai keberkahannya tidak ada. Rizki yg berkah itulah yg seharusnya kita bawa pulang ke rumah walau sedikit, karena keberkahan membawa kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat. Amin.

Selamat menjadi lilin di antara gelapnya malam, mulai sekarang juga.
Semoga ikhlas dan sabar.