Kaget dan bercampur haru, anakku pertama yg baru masuk kelas satu esempe pagi ini bikin geger batin saya. Dia bilang "tak terasa sudah kelas satu esempe, sebentar lagi esema lalu kuliah lalu jadi PENGUSAHA!" wow...sontak saya terkejut dengan ucapannya. Saya kaget dengan pola pikirnya yg sudah tidak kayak ayahnya dulu yg PNS...atau embahnya dulu yg tentara, padahal dia termasuk anak yg cerdas, hasil UN di atas 9 dan masuk esempe negeri favorit di Jakarta Timur masuk pula kelas RSBI dengan pengajar native dari negeri Paman Sam seminggu sekali. Wow...anak saya tertular virus entrepreneur saya. Alhamdulillah! semoga terkabul nak, doa saya dalam hati.
Memang mengejutkan, ketika anak seusianya belum memikirkan masa depan yg jauh dia sudah memendam dan mengekspresikannya dengan tanpa keraguan dan tanpa sungkan-sungkan, seolah dia yakin dengan menjadi pengusaha hidupnya akan nyaman atau sukses menurut pemikirannya. Mindset anak saya sudah terbentuk, mindset pengusaha bukan karyawan atau pegawai tanpa keterpaksaan, terpola karena lingkungannya, apa yg dia lihat dan dia dengar selama ini.
Bagaimana ini bisa terjadi? lingkungan yg membuat mindsetnya terpola seperti itu. Ada yg sengaja saya selipkan pesannya lewat kebiasaan kecil yg menyenangkan a.l setiap ada event pameran usaha atau pameran UKM entah itu di JHCC, Balai Kartini atau di gedung SMESCO saya suka hadir, saya ajak anak istri menikmati pameran tsb. bagaimana anak jadi senang? disamping banyak mainan tradisonal dan hasil kerajinan yg bisa mereka lihat dan beli, sering juga sembari saya melihat-lihat peluang usaha dan aneka hasil usaha UKM senusantara, anak-anak saya ajak ke konter-konter usaha kuliner yg menyediakan aneka makanan dan minuman tester gratis! anak-anak mencoba aneka makanan dan minuman tester dengan riang gembira sembari saya selingi aneka pertanyaan pada para sales konter. Nah, dari sini anak-anak mendengar dan melihat aneka peluang usaha dengan segala suka citanya, aneka keuntungan yg bisa diperoleh bagi para pengusaha, hampir tidak ada sales yg bercerita kegagalan atau kerugian usahanya, jual kecap pasti bilang kecapnya nomer satu!
Keadaan lain yg membentuk, memang orang tuanya berprofesi "jualan", hampir pasti sering ada kegiatan "jualan" yg dilihat dan didengar langsung anak saya, misalnya ketika ada pesanan besar, maka saya libatkan anak-anak dalam membantu pekerjaan kecil-kecil, mulai dari melipat kertas , merapikan box makanan dll. sambil bermain, malah ketika di warung, anak-anak sering main kasir-kasiran dengan senang, terkadang juga saya ajarkan cara melayani pelanggan, mengucapkan "terima kasih" pada pelanggan. Pendek kata mereka ikut sedikit terlibat dalam bisnis tanpa terasa karena sambil bermain.
Faktor lain yg ikut membentuk adalah pelatihan bisnis sejak dini. Jangan heran kalau anak saya dua-duanya punya bisnis sampingan sambil sekolah, sejak SD kelas 3, anak yg pertama yg sekarang esempe lebih senang membawa aneka produk izziprint seperti gantungan kunci dan pin untuk dijual ke teman-temanya, mereka setor foto dan jadilah pin atau gantungan kunci. Untuk usahanya ini saya berikan komisi 15% dan lumayan bisa buat tambahan beli makanan favoritnya, anak saya ini senang makan enak di resto dan bagusnya dia sadar untuk hobinya itu dia bisa cari sendiri pembiayaannya, semakin dia ingin makan enak semakin semangat jualan!
Lain halnya dengan anak yg kedua yg sekarang kelas 5, senangnya menjual pernak-pernik/asesoris dan foto artis. Asesoris dia beli di toko yg temannya tidak tahu lokasinya, dia cari yg unik dan menarik lalu dijual dengan mengambil margin keuntungan lumayan. Pernah dia pulang sekolah murung, rupanya dia ditegur sama guru kelasnya karena jualan di kelas dan bikin riuh suasana karena teman-temanya berebut barang dagangannya! Tapi tidak kapok, dia sampai sekarang jualan lagi! itulah bagusnya, mental pengusaha yg sejak dini tergembleng keadaan. Sekarang ini dia lagi senang mencetak aneka foto para pesohor kecil yg lagi digandrungi teman-temannya, seperti Justin Bieber, dia setengah mati cari di internet aneka posenya dan dicetak, kemudian dia jual pada teman-temannya, sekarang ini aneka foto Smash dan biografinya dicetak, semalam merengek minta dibuatkan semacam kartu Smash yg ada fotonya dan biodatanya, kadang bikin capek juga tapi sudahlah demi melatih anak-anak menjadi pengusaha. Kebiasaan konsumtif anak-anak yg 100% sikapnya "membeli" sudah mulai terimbangi dengan sikap produktif, itu kabar baiknya, anak-anak sejak dini tidak punya rasa segan dan enggan apalagi malu untuk "berjualan", malah kegiatan ini dilakukan dengan senang hati dan memacu kreativitas anak, tentu saja kegiatan yg sesuai dengan kesenangan anak seumurnya, beda dengan anak-anak pedangan asongan yg menjual rokok dll. yg tidak pas dagangannya dengan usianya dengan motif ekonominya yg kental dan bukan motif pendidikan mental pengusaha sejak dini.
Menjadikan anak pengusaha bukan berarti pendidikan diabaikan, saya tetap tekannya bahwa tetap harus sekolah yg baik, karena pendidikan jadi landasan terbaik kegiatan atau profesi apapun di masa depannya. Tetap punya cita-cita yg baik, misalnya menjadi arsitek cita-cita anak saya yg kedua, tapi bukan jadi karyawan alias tukang gambar terus-terusan selama hidupnya! arsitek yg punya perusahaan sendiri, mengambar bisa dilakukan karyawannya dan dia tahu dan bisa menilai hasil kerja karyawannya karena sudah punya ilmu arsitektur juga, penting agar tidak dilecehkan karyawannya, itu yang saya bilang. Atau anak pertama saya ingin menjadi dokter, bagaimana dengan cita-citanya menjadi pengusaha? ya dokter tapi yg punya rumah sakitnya atau paling kecil poliklinik sendiri, tidak menyuntik sendiri setiap pasien sampai pensiun dan gemetaran, yg kerja biar dokter-dokter muda saja dia jadi direkturnya!
Begitulah kekagetan saya pagi ini, alhamdulillah bukan karena hal yg buruk tapi insyaallah yg terbaik yg saya yakini sampai sekarang, nabi sendiri adalah seorang pedagang, istrinya seorang saudagar, begitu juga dengan para sahabat seperti Utsman yg seorang milyarder. Saya berharap dengan kekuatan ekonominya, seseorang bisa berperan lebih terhadap agama dan bangsanya. Indonesia sampai sekarang baru ada sekitar 0.8% penduduknya yg jadi pengusaha, padahal harusnya minimal 8% dari totalnya penduduknya seperti negara-negara maju contohnya negeri kecil mungil Singapura. Tak terbanyangkan, kalau virus entrepreneur ini cepat menular di lingkungan kita, ke depan, anak-anak kita, begitu lulus kuliah sudah punya perusahaan yg bisa menghidupi saudara-saudara lain sebangsa yg masih kurang beruntung, dengan demikian tidak ada lagi cerita TKI kita tersiksa dan telantar di negeri orang, bangsa kita akan kuat dan mandiri, diperhitungkan negara-negara lain bukan dihina dan dilecehkan. Tidak ada lagi cerita pilu seperti Ruwiyati yg dipancung di Arab, tidak ada lagi cerita penggalangan dana untuk Darsem yg akhirnya malah disalahgunakan untuk membeli aneka barang konsumtif, cerita yg melukai banyak orang.
Selamat datang entrepreneur baru...silahkan berperan walau hanya punya satu orang karyawan saudara dekat atau anak tetangga. Tak terbayang 5 juta PNS punya usaha semua walau kecil-kecilan, dapat sedikit tapi bermanfaat dan berkah, tidak ada lagi PNS yg ngarang-ngarang dinas atau ngentit barang kantor atau dapat komisi sembunyi-sembunyi seperti bang Gayus, atau malak rakyat kecil kayak satpol PP, atau cari kuitansi-kuitansi bodong. Sungguh beruntung yg segera memulainya, tidak usah menunggu setelah pensiun sudah punya kegiatan usaha yg halal dan berkah.
Selamat datang kawan!