SPMI sebagai Subsistem
Dalam SPM Dikti, SPMI adalah
subsistem di antara subsistem lainnya, yaitu SPME (Sistem Penjaminan Mutu
Eksternal) yang dikenal dengan akreditasi yang dilaksanakan oleh BAN-PT (Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) dan atau LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri)
serta subsistem Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Sama halnya dengan
sebuah sistem lainnya, satu subsistem dengan lain saling berketergantungan
karena masukan dari subsistem satu adalah luaran dari subsistem lainnya,
seperti sistem pernafasan kita dengan sistem peredaraan darah tubuh kita,
luaran dari sistem pernafasan berupa oksigen mengalir juga dalam sistem
peredaran darah diangkut bahkan sampai ke sistem saraf di otak kita.
Pendek kata sistem bekerja karena
semua subsistem di dalamnya bersinergi, saling memberi dan saling menerima,
satu subsistem dan subsistem lainnya adalah bagian yang tidak terpisahkan yang
bekerja dalam satu kendali yang terus menerus bekerja menyelaraskan gerak dan
langkah sistem secara keseluruhan.
Clock sebagai Penyelaras Sistem
Clock yang berjalan dalam sistem
haruslah clock yang sama, clock yang terhubung ke semua subsistem. Clock dengan
frekuensi yang sama untuk men-trigger
gerak langkah data dan perintah dalam sebuah sistem, bahkan di beberapa titik
dalam sistem, apabila clock yang melemah setelah berjalan jauh dalam sistem
diperkuat lagi sehingga bentuk sinyal, kekuatan dan waktu impulse-nya kembali ke bentuk semula persis dengan clock di awal
sistem. Mengapa? Karena trigger yang
dimengerti sistem adalah trigger yang
standar.
Di sinilah
peran unit clock ( yang masih kita cari) dalam SPM Dikti harus selalu hadir di
SPMI, SPME, dan PD Dikti dengan bentuk data dan perintah yang sama, tidak
ambigu apalagi berbeda bentuk. Mengapa? karena akan berakibat mandegnya luaran
dan masukan yang saling mengait dalam SPM Dikti. Walhasil luaran sistem yang bernama
SPM Dikti, atau katakan sebagai luaran pendidikan tinggi alias mutu tidak bisa
ditebak wujudnya dan dirasakan manfaatnya, dan bisa jadi hanya di bungkusnya
saja berwujud namun isinya kosong. Apabila SPMI, BAN-PT, dan PD Dikti tidak bersinergi,
tidak dalam satu bahasa, tidak satu gerak langkah, tidak dalam satu frekuensi
kerja, maka bisa dipastikan luaran pendidikan tinggi akan banyak anomali, tidak
sesuai dengan tujuannya. Sinergi ketiga subsistem pendidikan tinggi tersebut
bisa disebut fardlu ‘ain ( wajib
dilakukan ketiganya) bukan fardlu kifayah (alias wajib umum, kalau satu sudah
menjalankan maka lainnya gugur kewajiban).
Mutu adalah
Kesuaian dengan Tujuan
Apakah baju jas
dari bahan mahal dan dijahit di sebuah butik terkenal serta merta kita katakan
jasnya bermutu? Ketika saya hanya akan menghadiri sebuah hajatan kecil di
pelosok kampung dan memakai jas tersebut, maka mutu jas tersebut jadi “hilang” karena
tidak cocok dengan situasi dan tempatnya, bahkan bisa jadi bahan tertawaan tamu
yang lain. Andai saya cukup berkemeja batik, maka penampilan saya sudah
termasuk bagus dan cocok atau sesuai dengan tempatnya.
Sebuah kampus
di daerah dengan potensi alam melimpah, misalnya rumput laut, tiba-tiba membuka
program studi animasi atau informatika, bukannya tidak boleh tapi dari segi kemanfaatan
maka yang bisa dikatakan adalah kurang bermanfaat karena tidak langsung
menyentuh kebutuhan masyarakat dan tidak
ikut menyelesaiakan masalah di daerahnya, misalnya problem-problem terkait
pembudidayaan rumput laut seperti masalah pemasaran, perubahan iklim, fabrikasi
dan kemasan dan lain-lain. Bisa jagi mungkin hanya karena melihat booming-nya jurusan informatika, maka
kampus berharap lulusannya bisa cepat bekerja di bidang teknologi informasi,
sementara tenaga dosen dan prasarana tidak layak dan bisa dipastikan lulusan
tidak ada kompetitif dengan lulusan kampus lain yang berada di kota-kota besar.
Sementara sumberdaya dan tempat praktik yang jelas ada di daerahnya tidak
dimanfaatkan, padahal kalau saja dibuka jurusan terkait budidaya rumput laut dan
berhasil dengan baik, maka tidak mustahil mahasiswa dari daerah lain bahkan
dari negara lain yang tidak memiliki tempat praktik alami akan datang
berbondong-bondong ke kampus tersebut.
Feed Back dari Pemangku Kepentingan
Seperti saya
sampaikan di awal tulisan (part 1), salah satu yang harus ada dalam sebuah
sistem yang baik adalah adanya feed back.
Maka luaran pendidikan tinggi, yaitu lulusan yang bermutu perlu ada feed back dari para pemangku
kepentingan, misalnya salah satunya adalah dunia industri. Sejauh mana lulusan
sebuah peguruan tinggi kompetensinya memenihi kebutuhan penggunanya, maka perlu
pihak perguruan tinggi perlu berkomunikasi dengan pihak pengguna (baca
industri). Perguruan tinggi bisa meminta masukan apa-apa kekurangan dari para
lulusannya dan apa-apa yang perlu diperbaiki dan menanyakan kompetensi atau kemampuan
seperti apa yang sekarang dibutuhkan oleh industri agar lulusannya sesuai
dengan kebutuhan industri. Perguruan tinggi tidak boleh diam dan merasa sudah
memberikan pendidikan yang baik bagi mahasiswanya. Mengapa? Karena kebutuhan industri
terus bergerak sesuai dengan kebutuhan manusia modern di zamannya apalagi didorong
dengan teknologi informasi. Dunia industri harus adaptif memenuhi kebutuhan
manusia di zamannya, begitu juga seharusnya dunia pendidikan tinggi seharusnya
juga terus bergerak dan adaptif menghasilkan lulusan yang dapat memenuhi
kebutuhan industri. Jika tidak, bisa ditebak lulusan perguruan tinggi akan tidak
kompetitif dan kalah bersaing dengan yang lain. Maka pilihan satu-satunya
adalah perguruan tinggi bermutu atau mati!