Jalan Berliku
Memperkenalkan SPMI sebagai
sebuah sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi tidaklah mudah di
kala banyak perguruan tinggi yang kadung berjalan dengan standar mereka sendiri
atau standar dari luar negeri seperti ISO. Berbagai pertanyaan yang belum
terjawab dan kesimpang-siuran informasi kerap membuat perguruan tinggi galau
dan merasa tidak ada jalan keluar, di satu sisi ingin memenuhi aturan
pemerintah sesuai UU Dikti sementara di sisi lain business process di perguruan tinggi sudah berjalan dengan standar
yang sudah ada. Apalagi kalau sudah menyangkut akreditasi, perguruan tinggi
selama ini lebih pragmatis lagi, memilih jalan pintas dengan pelatihan
pengisian “borang” akreditasi hanya saat akan melakukan re-akreditasi dengan
aneka jalan pintasnya, setelah itu perguruan tinggi “tidur” sampai waktunya mau
akreditasi lagi.
Dimana Ada Kemauan Pasti Ada Jalan
Sesungguhnya perguruan tinggi
tidaklah perlu bingung mengimplementasikan SPMI sementara perguruan tinggi
sudah memiliki standar seperti ISO atau standar dari BAN-PT atau standard
lainnya, perguruan tinggi tinggal menjadikan SN Dikti sebagai standar minimal
dan ditambah dengan standar yang lain yang dibutuhkan sesuai dengan visi misi
perguruan tinggi masing-masing. Standar baru inilah yang selanjutnya ditetapkan
dan digunakan perguruan tinggi yang dikenal sebagai Standar Dikti yang
ditetapkan perguruan tinggi (sebut saja standar internal). Nah, SPMI sebagai
sebuah sistem penjaminan mutu internal mempergunakan standar internal ini dalam
menjalankan siklus hidupnya, P(enetapan)P(elaksanaan)E(valuasi)P(engendalian)P(eningkatan).
Tidaklah sulit, namun di lapangan masih banyak kebingungan terkait macam-macam
standar yang ada, apalagi kalau melihat perbedaan standar yang dipakai waktu
akreditasi. “Kami bingung, pakai standar yang mana?”, kalimat ini yang sering
terdengar saat diseminasi ataupun pelatihan SPMI.
SPMI = Jalan Lurus Bagi PT
Sebagai sebuah sistem, SPMI layak
disebut satu-satunya mazhab
penjaminan mutu internal (IQA, internal
Quality Assurance) yang seharusnya dianut dan dipergunakan di perguruan
tinggi kita. Bagi perguruan tinggi yang sudah mapan seperti UGM, ITB, dan
lainnya, SPMI sebagai sebuah sistem bisa jadi sudah melebur dan kasat mata
karena jaminan mutu sudah melekat dalam aneka aktivitas pergururan tingginya.
Bisa jadi bermacam standar digunakan dalam rangka menaikkan mutu perguruan
tingginya, apalagi kalau disesuaikan dengan visi misi perguruan tinggi,
misalnya menuju world class university.
Namun bagi perguruan tinggi yang masih merangkak dan berusaha menemukan jalan
menuju budaya mutu, maka SPMI masih perlu diwujudkan dalam bentuk yang maujud, ada bentuk amalannya.
Petunjuk-petunjuk di dokumen SPMI mulai dari dokumen kebijakan, dokumen
standar, dokumen manual dan bahkan aneka formulir masih sangat diperlukan dalam
membimbing perguruan tinggi untuk melewati tahap demi tahap siklus hidup SPMI
yaitu PPEPP. Pendek kata ibarat sebuah jalan, SPMI adalah shirathal mustaqim bagi perguruan tinggi agar selamat dan sampai
di tujuan sesuai dengan visi misi perguruan tingginya. Jalan lurus agar
perguruan tinggi mendapatkan nikmat-nikmat seperti nikmat yang telah direngkuh
perguruan tinggi lain dan bukan azab
seperti yang ditimpakan pada perguruan tinggi yang hidup segan dan matipun tak
mau. (Masluhin Hajaz, Kasi Revitalisasi
Program, Penjamu- Belmawa)
Satuju pisan pa Hajaz....shirathal mustaqim....πππ
BalasHapusSatuju pisan pa Hajaz....shirathal mustaqim....πππ
BalasHapusKeren pak Hajaz...InshaAllah shirathal mustaqiem...
BalasHapusKeren pak Hajaz...InshaAllah shirathal mustaqiem...
BalasHapusLuar biasa Bapak. Salam kenal dari STIE Perbanas Surabaya.
BalasHapusMantap Pak Hajaz. Setuju sekali.
BalasHapusSalam hormat.
Meita-UTama