Mulai dari NOL
Perubahan-perubahan berjalan cepat dan menggilas siapa saja, termasuk saya nantinya. Kemenristek digabung dengan Dikti (Kemdikbud) menjadi Kemenristekdikti (2015-2019), lalu bubar menjadi Kemenristek/BRIN, bubar lagi tinggal hanya BRIN yang merupakan "integrasi" Kemenristek dengan 4 LPNK (BATAN, LIPI, BPPT, dan LAPAN) serta lembaga litbang kementerian lainnya.
Saya sendiri, saat Kemenristek digabung dengan Dikti (Kemendikbud) ditempatkan di Dikti (selanjutnya disebut Ditjen Belmawa), setelah bubar saya dikembalikan lagi ke Kemenristek/BRIN, setelah tinggal hanya BRIN saya tetap tinggal sampai sekarang ini.
BRIN dengan pegawai lebih dari 10 ribu (dan akan terus tertambah seiring bergabungnya lembaga litbang kementerian) menjadi kapal besar dan masih baru ini bisa saja oleng tidak kuat menampung begitu banyak orang, atau oleng karena diterpang angin badai di lautan "politik" yang akan semakin ganas pada periode berikutnya. Organisasi modern yang diharapkan agile ini berpeluang bubar senasib seperti pendahulunya, entah akan menjadi apa lagi apabila tidak hati-hati mengelola aneka isu yang menerpanya saat ini.
Pendek kata, perubahan-perubahan ini mengombang-ambingkan para pegawainya, termasuk saya, sebentar menjadi kepala bagian, sebentar kemudian menjadi koordinator, lalu dijadikan pejabat fungsional dan menjadi staf pelaksana. Perubahan memang sunnatullah, namun keserampangan caranya menjadikan perubahan ini mengarah pada "dustruktif" dan mengurangi kemanfaatannya, karena melibas tatanan struktural dan sosial dalam organisasi yang berakibat pada munculnya sikap apatis dan "masa bodoh" dan hal ini bukan yang diinginkan dalam perubahan. Perubahan seolah menenggelamkan semua yang ada, personil besertanya mimpi-mimpinya dan semua serasa mulai dari NOL lagi.
Hijrah sebagai Sunnatullah
Sebagai insan terdidik, tentu saja situasi ini menjadikan terbukanya pikiran untuk membuka opsi lain dan mempersiapkan langkah-langkah antisipatif bilamana situasinya tidak membaik dan bahkan akan menenggelamkan diri kita.
Organisasi boleh runtuh dan tenggelam karena tidak kuat menahan bebannya sendiri atau sebab tak mampu menahan topan badai, namun personil yang mawas dan waras tentu harus membuka lebar-lebar opsi untuk "hijrah" atau pindah. Hijrah bukan hal tabu, berhijrah merupakan praktik yang sudah pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Mekkah menuju Madinah, ketika kaum muslimin di Mekkah mendapatkan berbagai tekanan dan siksaaan pada awal kenabian. Dan hijrah ini pada akhirnya menjadi tonggak awal kesuksesan dan berkembangnya agama Islam ke seluruh dunia sampai sekarang ini.
Hijrah bisa saja dengan berpindah ke bahtera lain atau kalau mampu membuat bahtera sendiri agar bebas berlayar menuju pulau harapan, karena masa depan keluarga tidak bisa 100% dipercayakan pada organisasi "percobaan" ini.
Kalau sudah waktunya berhijrah, bismillah saja dan bertawakkal.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ
Fa iza ‘azamta fa tawakkal ‘alallah
“Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah" (QS 3: 159)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar