Rabu, 18 Mei 2011

Kritik=Jamu

Dulu waktu saya masih punya warnet ada kejadian menarik yang sampai sekarang selalu saya ingat dan menjadi cambuk bagi saya untuk melayani pelanggan dengan pelayanan yg terbaik.

Kejadiannya begini, saat operator saya tidak masuk kerja saya gantikan jaga warnet karena kebetulan hari itu hari libur kerja. Saat sore tiba ada seorang pemuda yg masuk warnet dan seperti biasa layaknya pelanggan yg lain dia asik dengan komputernya. Tak lama kemudian dia berhenti "bermain" dan menghampiri saya di meja server untuk membayar sambil menanyakan jam berapa warnet akan tutup. Saya jawab bahwa warnet tutup seperti biasa pkl. 21:00, dia juga bilang nanti dia akan kembali lagi.

Selepas isya' pemuda tadi datang lagi seperti biasa langsung "main" internet seperti 2 pelanggan lain yg lebih dulu datang. Selang beberap saat kemudian 2 pelanggan selesai main dan tinggallah pemuda tadi sendirian. Saya merasa badan sudah sangat lelah karena tidak terbiasa jaga warnet dari pagi dan menurut hitung-hitungan juga rugi kalau warnet hanya dipakai 1 pelanggan, maka pikiran sayapun memutuskan untuk tutup lebih cepat.

Satu persatu komputer saya matikan dan beres-beres meja kursi, tirai kaca depan juga saya tutup, tulisan BUKA di kaca depan juga sudah saya balik jadi TUTUP. Karena merasa gaduh dan tidak nyaman dengan suasana warnet, maka pemuda yang sedang asik "main" internetpun bertanya pada saya "mau tutup ya!" saya jawab "ya" dengan saya tambahi alasan kalau saya sudah capek karena jaga warnet dari pagi dan sekalian saya kasih tahu kalau karyawan saya tidak masuk kerja hari ini. Saya merasa jawaban saya pastilah bisa diterima dan masuk akal, namun apa hendak dikata, pemuda tadi marah besar! dia menggebrak meja komputer, dia bilang bukannya tadi sore dia sudah tanya tutupnya jam berapa dan saya sudah jawab tutup jam 21:00 kenapa sekarang mau tutup? katanya keras.

Kegaduhan di warnet saya menarik perhatian tetangga kios saya, mereka berusaha mencari tahu ada masalah apa di warnet saya, tapi saya tenangkan mereka dan saya yakinkan bahwa masalah ini akan saya selesaikan sendiri tanpa campur tangan mereka.

Saat ketegangan masih terjadi pemuda tadi terus memberondongkan kata-kata yg sungguh membuat saya tidak bisa berkutik lagi. Dia bilang dia tidak peduli apakah saya adalah pemilik warnet atau bukan tapi kalau sudah meniatkan diri untuk membuka usaha harus bertanggungjawab dan konsisten terhadap pelanggan! jangan kecewakan pelanggan dengan alasan apapun! katanya. Benar sekali katanya-katanya dan sangat menohok saya yg waktu itu baru seumur jagung buka usaha.

Menyadari kekeliruan saya, akhirnya sayapun minta maaf berkali-kali atas kesalahan saya dan sebagai imbalannya sayapun menawarkan gratis atas pemakaian internet di warnet saya. Saat itu saya berpikir pastilah jurus gratis akan jadi solusi yang tepat atas kekecewaan pemuda tadi. Namun betapa kagetnya saya, dia bukannya bisa menerima tawaran saya tapi malah lebih marah dari sebelumnya! dia bilang bahwa dia punya uang dan main internet tidak berharap gratisan! jangan menghina saya katanya dengan nada tinggi. Di tengah kekagetan saya, dia beranjak ke meja kasir dan dengan kasarnya dia melempar uang receh seribuan di depan saya sambil menghitung dengan suara keras! seribu! dua ribu! tiga ribu! empat ribu! setelah sesuai dengan harga di layar kasir diapun pergi berlalu sambil membanting pintu..brakk!

Sebenarnya ada rasa marah pada diri saya atas perlakuan pemuda tadi, dan sayapun waktu itu cukup kuat untuk beradu otot dengan dia apalagi pasti dibantu pada tetangga kios saya, namun saya masih bisa menahan diri. Seumur-umur saya belum pernah dimaki-maki orang, sejak kecil dipuja-puji orang sekitar dan waktu baru merintis usaha sudah dicaci orang, tak terbayangkan rasa pahitnya saat itu.

Kejadian itu terekam kuat dalam memori saya dan ternyata makian dan cacian pemuda tadi menjadi jamu bagi saya. Pahit awalnya namun menjadi obat bagi perjalanan usaha saya sekarang. Saya sangat bersyukur dengan kejadian itu dan ingin rasanya ingin berterima kasih pada pemuda pelanggan saya andaikan bisa bertemu kembali, karena kritik pedasnya saya sekarang bisa membimbing karyawan saya agar dalam kondisi apapun pelanggan harus tetap mendapatkan apa yang menjadi haknya sesuai dengan janji layanan kita. Pelanggan adalah raja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar